Jangan mengaku pernah menginjakkan kaki di Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu, jika Anda belum mencicipi kaledo. Masakan khas Sulawesi Tengah ini termasuk jenis masakan berkuah bening agak kekuning-kuningan dengan rasa yang sangat khas, yakni asem gurih dan pedas. Pada awalnya, masakan ini hanya berbahan baku tulang kaki sapi dengan sedikit dagingnya. Namun, karena penjual kaledo semakin banyak, sehingga tulang kaki sapi semakin sulit didapatkan. Untuk menggantikan tulang kaki tersebut, maka tulang belakang sapi pun disertakan sebagai tambahan bahan utama.
Tidak ada catatan resmi mengenai asal-usul makanan ini. Menurut cerita, konon di wilayah Sulawesi Tengah, ada seorang dermawan yang memotong sapi dan membagi-membagikannya kepada penduduk sekitar. Orang Jawa yang pertama datang mendapat daging sapi yang empuk dan kemudian dibuat bakso. Orang Makassar yang datang berikutnya mendapat bagian jeroan (isi perut), kemudian dimasak coto Makassar.
Sementara orang Kaili (suku asli Donggala) yang datang belakangan hanya memperoleh tulang-tulang kaki. Oleh karena tidak ingin mengecewakan keluarganya yang menunggu di rumah, maka tulang-tulang dengan sedikit daging yang masih menempel pun dibawanya pulang ke rumah sebagai obat kecewa. Tulang-tulang tersebut kemudian mereka masak dan jadilah kaledo.
Versi lain, ini agaknya lebih masuk di akal, menelusuri dari penamaan. Kaledo menurut versi ini, adalah kependekatan dari Kaki Lembu Donggala. Donggala adalah salah satu wilayah di Sulawesi Tengah yang banyak dihuni suku Kaili. Donggala selama ini dikenal dengan tenunan tradisionalnya, Sarung Donggala dan Sapi Donggala. Agaknya, penamaan ini hendak menggunakan ketenaran Sapi atua lembuh Donggala, untuk ikut mendongkrak nama masakan Kaledo, pada saat mulai menjadi menu yang dijual.
Kaledo banyak dihidangkan oleh masyarakat Sulawesi Tengah pada saat hari lebaran (Idul Fitri maupun Idul Adha) yang disajikan dengan burasa (beras diberi air santan dan dibungkus daun pisang, lalu direbus). Selain itu, makanan khas ini juga sangat cocok disantap bersama nasih putih, singkong atau jagung rebus. Bagi yang mengidap tekanan darah tinggi dan asam urat, sebaiknya lebih berhati-hati. Jangan sampai makan kaledo melebihi porsi yang semestinya.
B. Keistimewaan
Kekhasan kaledo ini terletak pada penggunaan bumbu asam Jawa. Asam Jawa yang digunakan adalah asam yang betul-betul masih muda. Untuk memperoleh konsentrat asam, kulit asam muda digerus bersama dagingnya. Jika menggunakan asam yang sudah tua, kuah kaledo tersebut akan berwarna kuning dan rasanya cenderung lebih manis.
Selain itu, masakan kaledo ini menjadi khas, karena bumbu pelengkapnya, seperti: bawang goreng khas Palu (renyah, tidak mudah lembek, dan tahan lama), sambal, dan jeruk nipis. Bagi mereka yang suka pedas, dapat menambahkan sambal yang sudah ditumbuk kasar. Sedangkan bagi yang suka kecut, dapat menambahkan perasan jeruk nipis.
Sebenarnya, yang menarik dari makanan ini, yaitu pada cara makannya. Daging yang menempel di tulang dan sumsum yang terdapat di dalam rongga tulang tersebut sangat lezat untuk dinikmati. Oleh karena itu, Anda jangan terkejut dan heran ketika melihat cara penyajian masakan yang satu ini. Biasanya disediakan garpu, pisau, sumpit ataupun pipet, yang berfungsi untuk mengeluarkan sumsum dari rongga-rongga tulang sapi tersebut.
C. Lokasi
Makanan khas Palu ini merupakan menu utama warung-warung makan di Sulawesi Tengah. Ada beberapa warung makan yang khusus menyajikan makanan ini, seperti warung makan Heni Putri Kaili (hentrik) yang berlokasi dijalan Kaombona/ Kampung Nelayan No. 09 Talise - Palu Timur.
D. Harga-
Harga kaledo berkisar antara Rp. 25.000,00 – Rp. 35.000,00 perporsi
Dikutib dari Sumber : http://www.jajanan.com/node/8970
0 komentar:
Posting Komentar